Kesalahan Dosen Menggunakan ChatGPT yang Sering Terjadi dan Cara Menghindarinya


Penggunaan ChatGPT di kalangan dosen semakin meningkat seiring kebutuhan efisiensi dalam penyusunan RPS, materi perkuliahan, penelitian, hingga laporan pengabdian masyarakat. Namun, di balik manfaat tersebut, terdapat berbagai kesalahan dosen menggunakan ChatGPT yang sering terjadi tanpa disadari.

Kesalahan ini bukan hanya berdampak pada kualitas akademik, tetapi juga dapat menimbulkan risiko etika dan administratif. Artikel ini mengulas kesalahan yang paling sering terjadi sekaligus cara menghindarinya secara praktis dan aman.


Mengapa Kesalahan Penggunaan ChatGPT Bisa Terjadi?

Sebagian besar kesalahan muncul karena:

  • Kurangnya pemahaman fungsi AI
  • Anggapan bahwa AI adalah “pengganti dosen”
  • Tekanan waktu dan beban kerja akademik

Padahal, ChatGPT seharusnya diposisikan sebagai alat bantu, bukan penentu utama keputusan akademik.



7 Kesalahan Dosen Menggunakan ChatGPT

1. Menyalin Jawaban ChatGPT Secara Mentah

Kesalahan paling umum adalah copy–paste tanpa validasi.
Risikonya:

  • Kesalahan konsep
  • Bahasa tidak sesuai konteks keilmuan
  • Tidak selaras dengan kurikulum institusi

Solusi:
Gunakan ChatGPT sebagai draft awal, lalu edit dan verifikasi secara akademik.


2. Mengabaikan CPL, CPMK, dan OBE

ChatGPT tidak otomatis memahami:

  • CPL Prodi
  • Struktur OBE
  • Kebijakan internal kampus

❌ Jika diikuti mentah, RPS bisa tidak sinkron dengan dokumen resmi.

Solusi:
Masukkan konteks CPL dan OBE secara eksplisit dalam prompt dan lakukan penyesuaian manual.


3. Menggunakan ChatGPT untuk Membuat Data Penelitian

Beberapa dosen keliru menggunakan ChatGPT untuk:

  • Membuat data survei
  • Menghasilkan hasil penelitian

Ini termasuk pelanggaran serius etika akademik.

Solusi:
Gunakan ChatGPT hanya untuk:

  • Struktur tulisan
  • Perbaikan bahasa
  • Brainstorming ide


4. Tidak Transparan dalam Penggunaan AI

Sebagian dosen menggunakan AI tanpa:

  • Dokumentasi proses
  • Penjelasan kepada tim atau institusi

Hal ini berpotensi menimbulkan masalah etik di kemudian hari.

Solusi:
Gunakan prinsip transparansi terbatas sesuai kebijakan kampus.


5. Mengandalkan ChatGPT untuk Penilaian Mahasiswa

ChatGPT tidak dirancang untuk:

  • Menilai secara objektif
  • Memahami konteks kelas dan mahasiswa

❌ Menggunakannya sebagai penilai utama berisiko bias.

Solusi:
ChatGPT boleh membantu menyusun rubrik, bukan memberi nilai akhir.


6. Menggunakan ChatGPT Tanpa Pemahaman Batasan

ChatGPT:

  • Bisa salah
  • Bisa memberikan informasi usang
  • Tidak memahami kebijakan lokal

Menganggap AI selalu benar adalah kesalahan fatal.

Solusi:
Perlakukan ChatGPT sebagai asisten, bukan otoritas.


7. Mengabaikan Kebijakan Institusi

Setiap perguruan tinggi memiliki:

  • Aturan etika
  • Pedoman penggunaan teknologi

Mengabaikannya dapat berdampak pada sanksi akademik.

Solusi:
Selalu selaraskan penggunaan ChatGPT dengan kebijakan institusi.


Cara Aman Dosen Menggunakan ChatGPT

Agar penggunaan ChatGPT tetap aman:

  • Gunakan untuk efisiensi, bukan manipulasi
  • Validasi semua hasil AI
  • Dokumentasikan proses
  • Tetap pegang tanggung jawab akademik


Kesimpulan

Kesalahan dosen menggunakan ChatGPT umumnya terjadi bukan karena niat buruk, melainkan kurangnya pemahaman peran AI. Dengan pendekatan yang tepat, ChatGPT justru dapat:

  • Meningkatkan produktivitas
  • Membantu struktur akademik
  • Menjaga kualitas tridarma

Kuncinya adalah kendali akademik tetap di tangan dosen.


Jika Anda dosen yang ingin memanfaatkan AI secara aman, etis, dan profesional, ikuti seri lanjutan:

  • Apakah AI Boleh Digunakan dalam Kegiatan Akademik?
  • Cara Mencantumkan Penggunaan AI di Laporan Akademik



Tidak ada komentar:

Posting Komentar